KEBUTAAN BUKAN PENGHALANG

Tidak bisa melihat atau buta bukan berarti tidak bisa beraktivitas layaknya orang normal. Sapto Kridayanto membuktikannya. Pria yang akrab disapa Sapto itu setiap hari berangkat dari rumahnya di Parung, Bogor, ke kantornya di Mampang, Jakarta Selatan, menggunakan angkutan umum dan sebaliknya.

Sapto mengalami kebutaan saat SMP karena terkena peluru dari senapan mainan. Setelah sempat mengalami depresi, Sapto berhasil bangkit dan menerima keadaan ia yang tak lagi dapat melihat.

“Kejadian sekitar tahun 1996. Saat itu, saya sedang bermain tembak-tembakan dengan teman dan tidak disengaja salah satu mata saya kena peluru karet itu.Setelahnya saya dibawa ke rumah sakit dan akhirnya sembuh,“ ucap Sapto.

Kala itu, dokter memintanya kembali untuk pemeriksaan ulang dua minggu kemudian. Akibat keterbatasan ekonomi, Sapto menganggap matanya sudah sembuh dan tidak ke rumah sakit lagi.

“Enam bulan kemudian, saat saya sedang ujian, mata saya semakin lama tidak bisa melihat dan buta total sampai saat ini,“ jelas Sapto.

Dalam keseharian, Sapto seperti orang normal.Sang istri, Marlina, yang tidak memiliki gangguan penglihatan, setiap hari mengantar Sapto naik angkutan umum. “Suami saya itu sangat mandiri, hanya beberapa kegiatan yang butuh bantuan. Seperti kalau mau berangkat ke kantor, saya antar sampai naik angkutan umum,“ ujar sang istri.

Untuk ke kantornya, Sapto harus berganti angkutan umum. Tentunya itu bukan perkara mudah, kendala utama saat membayar ongkos. Ia sulit membedakan nominal uang.

“Dulu saya bedakan ukuran panjang dan lebar uang itu. Sekarang istri sudah mempersiapkan di rumah, uang pecahan ini taruh di kantong sebelah kanan, pecahan lain di sebelah kiri, dan seterusnya,“ ungkap Sapto.

Berprofesi sebagai telemarketing di Bank Permata, Sapto bertugas menghubungi calon nasabah melalui sambungan telepon. Meski tidak bisa melihat, ia bekerja dengan baik. Terbukti ayah dua anak itu bertahan selama lima tahun di Bank Permata.

Di rumah, Sapto hobi menulis artikel dan banyak menghabiskan waktu di depan laptop. Setiap malam ia menyempatkan menulis artikel berisikan motivasi dalam kehidupan. Artikel itu biasanya ia kirim ke Kartunet.com, media daring untuk penyandang tunanetra.

Hingga saat ini, Satpo tidak pernah menyesali kondisinya. Justru ia selalu bersyukur ia masih bisa bekerja dan mencari nafkah untuk membiayai istri dan kedua anaknya. (Rio/M-5)


Sumber : Media Indonesia
Share this article :

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat artikel lainnya




 
Created by : Team SW
Copyright ©2016 SETYO WARDOYO
Blogsite Milik : Setyo Wardoyo