News Post
Latest Post

MENEBAR SEDEKAH, MENUNAI BERKAH



Kader Partai NasDem Dapil 1 Kabupaten Cilacap, Setyo Wardoyo membagikan makanan supplement balita dan ibu hamil, serta takjil gratis untuk warga Kelurahan Tegal Reja - Cilacap, Selasa (22/05)

Setyo yang juga novelis best seller 'The Rise of Majapahit' ini mengatakan, kegiatan yang akan dilakukan hingga hari ke 15 Bulan Ramadan ini, adalah bentuk kepedulian dengan sedikit berbagi juga sekaligus menjalin silaturahmi dengan masyarakat di 15 kelurahan yang tersebar di Kecamatan Cilacap Utara, Tengah, dan Selatan, jelasnya.

Selain sebagai penulis Novel, Setyo yang juga masih aktif sebagai GA Manager di Harian Media Indonesia Jakarta ini, tetap menyempatkan diri ketemu langsung dengan masyarakat.

"Sesibuk apapun, harus tetap menyempatkan diri untuk meyapa atau bersilaturahmi langsung dengan warga", imbuhnya.

Bulan Ramadan adalah Bulan yang penuh berkah, maka gunakan momentum yang baik ini untuk berbagi kebahagian dengan masyarakat, Sekecil apapun yang kita bagi, tentu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat, tegasnya.

“Berbagi adalah bagian dari sedekah, maka siapa yang menabur sedekah, apalagi di bulan suci Ramadan ini, Insya Allah akan menunai Berkah". pungkasnya. (AB)

www.partainasdem.id
#NasDem


KADER NASDEM DAPIL 1 CILACAP BERBAGI TAKJIL GERATIS



KADER Partai NasDem untuk Dapil 1 Kabupaten Cilacap, Setyo Wardoyo menyerahkan Ta’jil gratis untuk warga Kelurahan Karang Talun di Jl. Intan Cilacap, Jumat (18/5).

Setyo mengatakan, pembagian Ta’jil gratis akan diberikan kepada sejumlah warga di 15 kelurahan yang tersebar di Kecamatan Cilacap Utara, Tengah, dan Selatan yang akan berlangsung mulai hari ke 2 hingga hari ke 15 selama Bulan Ramadan 1439H.

Lebih lanjut Setyo mengaku dirinya adalah bagian dari masyarakat dan ingin memposisikan diri di tengah masyarakat. Sebagai calon di Dapil 1 Cilacap, ia ingin lebih dekat dengan masyarakat dan sejatinya masyarakat pun harus mengenal calon wakilnya. “Pembagian ta’jil ini adalah bentuk silaturahmi dengan warga dan jika dipercaya, saya akan berupaya keras untuk memberikan konstribusi positif yang real untuk masyarakat Cilacap” tegasnya.

Sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, Dirinya berupaya melakukan kegiatan positif guna memperat silaturahmi, maka di Bulan Ramadan inilah momentum yang paling baik, “Semoga semua senang, semuanya mendapatkan keberkahan" Aamiin ucapnya.

Silaturahmi erat kaitannya dengan Firman Allah SWT dalam Q.S Al - Imron : 103, yang artinya “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu semua bercerai berai”, Alhamdulillah, dengan mengadakan kegiatan ini, membuka mati hati bahwa dengan sedikit berbagi, menyatukan hati, keakraban pun terjalin", pungkasnya. (AB)

www.partainasdem.id
#NasDem

BEDAH BUKU INDONESIA


PENULIS NOVEL The Rise of Majapahit, Setyo Wardoyo, berjumpa dengan para pelajar SMA Santa Laurensia, Serpong, Banten, kemarin. Pada kesempatan itu, Setyo menyatakan kagum atas pemikiran kritis yang ditunjukkan pelajar saat ini. Pasalnya, dalam acara bedah buku, kepada General Affair Manager Harian Media Indonesia yang akrab disapa Yoyok itu, para pelajar kelas X SMA Santa Laurensia tidak hanya melontarkan pertanyaan terkait dengan novel yang ditulisnya.

“Banyak yang bertanya dan mengaitkan dengan kondisi bangsa kita saat ini. Mereka khawatir kita tidak bisa lagi bangkit dan jaya seperti masa lalu,” ucapnya.

Munculnya sikap kritis tersebut, katanya, antara lain karena keinginan para pelajar untuk membaca buku dan mencari literasi terkait dengan kondisi negara saat ini dan membandingkannya dengan negara lain. Hal itu, lanjut dia, dapat berpengaruh positif terhadap perkembangan bangsa.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala SMA Santa Laurensia Theja Kurniawan menyatakan ajang bedah buku tersebut merupakan salah satu cara sekolah itu dalam merayakan Hari Buku Nasional. Menurutnya, ada satu buku yang dijadikan bahan bacaan dan diskusi dalam setiap tingkatan.

“Semua buku itu harus memiliki nilai-nilai luhur. Kalau di kelas X, bukunya The Rise of Majapahit. Buku berjudul Ronggeng Dukuh Paruk dan Bumi Manusia untuk kelas XI dan XII,” ucap Theja. Ia juga mengatakan, dengan adanya buku bacaan wajib, saat para murid berkumpul, mereka menjadi lebih banyak berdiskusi soal bacaan. “Bahkan pada saat di kantin pun mereka mendiskusikan tentang bacaan mereka,” ujarnya. (MI)

THE RISE OF MAJAPAHIT (KINGDOM)

Historical Fiction Novel


Short Foreword

At the end of thirteen centuries, Singosari Kingdom was on the move to unite Nusantara, a region consist of a group of island in South East Asia. It was a heyday for a Kingdom who were ruled by a King named Sri Kertanegara. In 1289, Meng Khi, an admiral from Mongolia, came to the Kingdom to convey a message from Kubilai Khan. The Mongolian Caesar wanted Singosari became his dominion and bowed to his authority.

According to Kudadu epigraph, Singosari Kingdom official name is Tumapel. Its first king was Ken Arok who has been titled as Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. It's written in Negarakretagama Book that Tumapel was established in 1222 with Kutaraja as its capital. Apart from Java Island, Negarakretagama also said that Melayu, Bali, Pahang (one of the states of Malaysia), Gurun (Maluku Islands), and Bakulapura (West Kalimantan) were under Singosari's reign.

The message conveyed by Meng Khi irked Kertanegara. The monarch has pledged that Nusantara will never bow to any nation on earth. Angered, Kertanegara rejected the Mongolia decree, cut the emissary ear and expelled him to return to his country.

In 1292, lead by King Sri Jayakatwang, Gelang-Gelang, one of Singosari's dominion, attacked Kutaraja. According historical record, Tumapel was holding Tantrayana rite in the palace when the attack occured. The only war commander on duty to guard the palace was Narrarya Sanggrama Wijaya or also known as Raden Wijaya. Outnumbered, Raden Wijaya and his men could not dispel the assault.

At that time, Tumapel's defense was indeed weakened. Since 1275, most of its military power had been deployed in Pamalayu Expedition under the command of Senopati Sarwajala (Admiral) Mahisa Anabrang. Mahisa was tasked to embrace kingdoms in Sumatera Island, Melayu Peninsula and also to weave alliance with Campa Kingdom. Pamalayu Expedition was also meant to strengthen Tumapel influence in Malaka Strait, one of the most important shipping line in the South Asia.

Due to the attack, the palace became sea of fire and Kertanegara was killed. Dyah Gayatri, one of Kertanegara daughter, was caught and captived by the enemy. Escaped from death, Raden Wijaya with three senior officers--Lembu Sora, Nambi, and Ardaraja--and six hundred soldiers flee to Madura. In Madura, Raden Wijaya and his men asked for a political asylum from Arya Wiraraja, the duke of Songeneb (Sumenep).

Adviced by Arya Wiraraja, Raden Wijaya returned to Java and surrendered to Sri Jayakatwang who had established a new kingdom in Kediri. Saying that he will abide to Sri Jayakatwang's rule, Raden Wijaya asked for a plot of land in Tarik Forest to settle and to build hunting ground for the Kediri king.

The request was granted. With the help from his men and Madura people sent by Arya Wiraraja, the forest was prepared to be a hamlet named Tarik Village. During his chore, one of Madura's labour, felt thirsty and picked a fruit from maja or wilwa tree. The fruit tasted really bitter (pahit). Since then, Tarik Village was renamed as Majapahit Village.
***
Sri Kertanegara's rejection on Mongolia's proposal came with a heavy price. Lead by commander Ike Mese, Shih Pi and Gao Xing, Kubilai Khan sent approximately one thousand ships containing twenty thousand to punish the sovereign.

In early 1293, the Mongolian forces have reached Java Island and harboured at Tuban and Hujung Galuh (Tanjung Perak) port. Splitted in two, both forces continued its journey to Tumapel down to the Brantas River and by land. In just few days, the two forces merged and established a bulwark in a region named Canggu.

On its journey, Ike Mese heard the news that Singosari has collapsed and Sri Kertanegara died. By then, Java was under the rule of Sri Jayakatwang who has erected new government in Daha Palace, Kediri capital. Since Kubilai Khan instructed him to punish Singosari King or its successor, Ike Mese continued its plan to execute the king.

While planning the attack, the Mongolian crossed with Raden Wijaya and agreed to merge their forces to overthrow Kediri Kingdom. Raden Wijaya promised Ike Mese that Java will succumb, admit Mongolia authority and pay tribute to Kubilai Khan.
An agreement was made!

The attack devastated Daha Palace. More than five thousand Kediri's soldiers died. Sri Jayakatwang and his son, Ardaraja, was excecuted by the Mongolian while on board the ship harboured at Hujung Galuh. More than a hundred Sri Jayakatwang's kinsman were caught and taken to Mongolia.

The promise given by Raden Wijaya was only a lure to trapped the Mongolian. Right at the time when the Mongolian was celebrating its victory, Raden Wijaya's men stormed the party. Demolished, the Mongolian forces were scattered. Some of its forces survived the ordeal and sail back to their country.

***


If only Ike Mese understood the wisdom of Java's realm throught its signs, the Mongolian forces would not have been humiliated to bear its first defeat throughout history. Unfortunately, the shrills of the last kedasih birds indicating peril in northen Kediri were heard when the chief commander of the Mongolian army had fallen asleep after his stomach filled with Javanese arrack (arak). Eventhough his suspicion has arroused a few days earlier. Why do every time the birds sing, a major event marred with bloodshed followed?

The unwariness of Ike Mese was fatal. More than three thousands soldiers were killed and lost in the battle to subjugate Java that last for almost four months. Ike Mese also destroyed Kubilai Khan's dream to expand his territory to the southern region. Ike Mese's fleet return to his country without any pride, except for some loots as a token of its journey.

Shortly after its failure to conquer Java, the Yuan Disnaty raised by Kubilai Khan started to crumble. While in the southern hemisphere, the 'sprout' that has been left by Kertanegara was set to grow to become a strong and big kingdom respected by nations throughout South Asia.

Majapahit!
On 12 November 1293, Raden Wijaya was corronated as the first king of Majapahit with title of Sri Kertarajasa Jayawardhana. Everywhere on earth, the Mongolian victorius, but not in Nusantara. (SW/ADF)

Jakarta, April 28, 2009
Summarized from various literature

Published by Grasindo Publisher
Address: Jl. Palmerah Barat No. 29 - 37 Jakarta 10270, Indonesia.
Phone: (62) (021) 536 50 110 - 111.  Fax: (62) (021) 536 98 095, 536 98 098.
E-Mail: ariobimo@gramediapublishers.com
www.grasindo.co.id.

Klik Gambar dibawah ini untuk melihat artikel lainnya




 
Created by : Team SW
Copyright ©2016 SETYO WARDOYO
Blogsite Milik : Setyo Wardoyo